"OSPEK FAKULTAS"

Kisah ini nyata ketika ospek fakultas. Kejadiannya sekitar pertengahan awal bulan oktober lalu. Tiap tahun ajaran baru di kampusku ada ospek fakultas.
Lokasinya selalu di luar kota, biasanya di lokasi perkemahan. Tahun ini pun ternyata sama, yaitu di bumi perkemahan, Trawas, Jatim. Aku sebenernya uda gak perlu gituan. Karna skrg uda semester 3. Acara itu untuk mahasiswa baru aja.
Acara ini berlangsung di minggu UTS. Dan ada 3 mata kuliah semster 1 yang ujiannya dilaksakan di lokasi ospek. Mungkin ini sengaja di atur oleh panitia agar peserta ospek banyak. Celakanya, salah 1 dr ketiga makul itu ada yg aku ambil. Memang 3 makul itu adalah makul smster 1. Tp karna tahun lalu blm ku program, akhirnya tahun ini aku ambil. Mau tdk mau aku hrs ikut kesana, krna utk 3 makul tsb tdk ada ujian susulan.
Ospeknya dilaksanakan 3 hari. Jumat,sabtu,minggu. Karena jadwal ujianku pada hari sabtu, maka aku berencana berangkat dr surabaya sabtu pagi. Aku berangkat dengan temanku (Ali) naik sepeda motor. Perjalanan sekitar 2 jam.
Singkat cerita aku dan Ali hampir sampai di lokasi. Kami melewati tanjakan yg sangat curam dan mencari gereja di jalan itu. Konon gereja itu terkenal. Bumi perkemahan itu milik gereja tersebut.
Akhirnya kami menemukanya. Bangunan gereja itu antik. Hampir seperti bangunan belanda. Di sebelah kirinya ada rumah yang hancur atapnya. Tinggal kerangka temboknya saja. Kami menyusuri jalan setapak di kiri gereja.
Tidak lama kemudian nampak di depan kami pintu gerbang tua dengan tinggi sekitar 3 meter. Budi, teman kami yang menjadi panitia membukakan pintu gerbang.
Setelah memarkir sepeda motor, aku meninggalkan Ali. Berjalan melewati tenda~tenda menuju lokasi ujian. Aku melihat laki~laki berambut panjang dan diikat. berjalan membawa amplop coklat berisi soal ujian dan duduk dibawah pohon. Aku yakin itu Mas Nanang, petugas TU. Aku menghampirinya.
“Mas, ujian pengantar ilmu komunikasi dimulai jam berapa.?” Tanyaku. “Loh Ran, ujiannya dimajukan kemarin.” Aku mendesah. “Coba nanti saya bilang ke dosenmu ya, barangkali masi ada soalnya”. Aku hanya mengangguk saja.
“Tempatnya enak ya Ran. Baru sekali saya kesini. Biasanya saya ikut ospek fakultas ekonomi, selalu di villa.” Katanya. “Iya mas, lebih alami” jawabku singkat sambil melihat cincin batu di jarinya.
“Tapi saya penasaran. Ada yg kesurupan enggak ya nanti malam.” Aku kaget. “Tapi kalo ada yg kesurupan biasanya dia akan menyebutkan kesalahan orang tersebut” aku hanya diam.
Aku berfikir, percuma kesini. Sekalian ujian di surabaya saja. Toh aku uda sampe sini, biasa jd pertimbangan dosen.
Setelah pamit, aku berjalan ke tempat Ali. Kami menunggu Rifi. Dia yang membawa tenda kami. Katanya menyusul, karena sabtu dia bekerja. Setelah Rifi datang, tepat maghrib kami mendirikan tenda. Setelah itu kami membuat kopi dan soup.
Malam ini adalah malam puncak, api unggun. Biasanya diisi acara teater, puisi dan lagu~lagu. Kami hanya melihat dari tenda.
Tiba-tiba kami mendengar orang muntah. Kemudian tertawa cekikikan. Detak jantungku tiba-tiba tidak beraturan.
“Gakpapa, itu paling orang teater” kata Rifi. Namun aku tidak percaya karena suaranya dari kamar mandi di ujung beringin. Beberapa orang keluar tenda dan berjalan menuju lokasi kamar mandi”
Aku mengajak Ali dan Rifi turun juga. Aku melihat ada cowok berambut gondrong digiring keluar sampai di depan pintu gerbang. Pipinya ditampar beberapa kali oleh orang yg menggiringnya. Aku, Ali dan Rifi hanya berdiam terpaku.
“Ambil air di ember.! Mabuk orang ini.! Bawa kesini juga miras di mobilnya.!!” Kata pemukul itu.
“Sakit.. sakit badanku. Siapa yang memukulku.?” Tanyanya sambil bergemetar.
“Aku.!” Kemudian orang ini memukulnya lagi sambil mengguyur badan orang itu dengan air ember.
“Dia setengah kesurupan setengah sadar. Tapi dia jg punya pegangan. Yang nunggu disini tdk nyaman dengan peganganya” bisik Rifi. Aku hanya bisa menelan ludah.
“Awas. Mereka menyerang. Mereka menyerang dr barat. Aku takut..! Aku takutt.!!” Kata pemabuk itu ketakutan.
“Tidak ada yang nyerang.! Istighfar.!” Teriak orang yg tadi memukul dan menyiramnya. Kemudian dia membuang semua miras ke tanah yg membuat orang itu mabuk.
Namun dia masih saja ketakutan bahwa dia diserang bnyk orang. Mungkin yg dia maksud adalah penunggu tempat itu. Akhirnya kelompok alumni ospek fakultas menggiringnya keluar lagi. Aku ingin ikut tapi dilarang oleh Rifi.
Kami berjalan menuju tenda kami. Sambil bercerita, kami menghabiskan kopi. Tiba~tiba kami bertiga dibuat kaku lagi. Disebelah kiri tenda kami adalah kebun pisang. Sama sekali tidak ada angin. Semua pohon diam, tidak ada daun yang bergerak sedikitpun. Namun ada satu pohon pisang yang selalu bergerak gerak sendiri dan daunnya saling beradu. Seperti ada yang menggoyang batang pohonnya. Jam menunjukkan pukul 01.37 WIB. “Pohon pisang itu begitu sejak ada yg kesurupan tadi..” kataku pada Rifi dan Ali.
Ada yg tidak wajar. Seketika bulu kudukku berdiri. Aku langsung masuk ke dalam tenda dan berusaha untuk tidur. Seakan tidak ada kejadian apa~apa. Ali segera menyusul ke dalam. Aku tak tahu apa yang Rifi lakukan.
Tiba-tiba aku terbangun dan melihat setengah badan Rifi di dalam tenda. Dan setengah lagi di luar tenda. Aku membangunkannya. Kemudian aku membuat kopi. Ali yang bangun duluan dan habis jalan~jalan akhirnya menghampiri kami. Kami bercerita mengenai kejadian semalam tadi.
Dari cerita itu aku mengambil kesimpulan dalam cerita ospek fakultas. Jangan melakukan maksiat di tempat-tempat angker, seperti minum miras. Kedua, jangan lagi mendirikan tenda di dekat kebun PISANG.

Komentar

Postingan Populer