Kakek Misterius

Suasana kala itu sangat sejuk. Meskipun jarum pendek menunjuk angka satu namun matahari tak memperlihatkan sinarnya, hanya tampak awan abu-abu yang menghiasi langit biru. “Teng… teng… teng,” Suara bel berbunyi menandakan kegiatan belajar mengajar sudah selesai. Para siswa merapikan bukunya yang terurai di meja. Seorang anak dengan rambut bergelombang dan berkacamata ke luar dari kelas 1A. Ia bernama Doni Fajar namun teman-temannya biasa memanggilnya Dodo.
“Hei Dodo, pulang sekolah ini kamu ada acara ke mana?” tanya salah seorang temannya.
“Hmm…” gumam Dodo sambil berpikir. “Sepertinya tidak ada deh,” jawabnya.
“Kalau begitu kamu mau tidak bersamaku?”
“Ke mana?”
“Jam dua nanti Faisal, Luki, dan aku berencana untuk main ke rumah Indri, di sana juga sudah ada teman-teman Indri.”
“Bagaimana mau ikut tidak?”
“Tidak ah, hari ini di rumahku tidak ada orang. Jadi setelah selesai pulang sekolah aku tidak boleh ke mana-mana. Ditambah lagi tadi ada tugas matematika dari Pak Adam kan, bukankah kamu harus mengerjakan PR juga Ndi?”
“Oleh karena itu Do, aku kan bisa mengerjakannya bersama-sama di rumah Indri nanti,”
“Hmm betul juga ya, tapi sayang sekali aku tidak bisa ikut Ndi,”
“Ya sudah tidak apa-apa Do, kalau begitu aku duluan ya Do,”
Akhirnya Dodo menolak ajakan tersebut, ia pulang sendirian menuju rumahnya.
Kala itu awan semakin menghitam, angin meniup dedaunan cukup kencang menghembuskan hawa dinginnya ke kulit Dodo, hingga mulai berjatuhan rintik-rintik air, semakin lama semakin banyak. “Wah…hujan, aku harus cepat sampai ke rumah nih,” Dodo berlari menerjang hujan dan menutupi kepala dengan tasnya. Karena hujan yang semakin deras, ia terus berlari dan melewati jalan yang terpampang sebuah papan kayu bertuliskan, “Jalan No.18,”
Dodo melihat sebuah rumah yang terlihat cukup besar dan cocok untuk berteduh, rumah itu terbuat dari kayu dengan cat putih dan teras agak tinggi ditambah pagar yang cukup tinggi mengelilinginya. Dodo segera bergegas menuju rumah itu dan naik ke teras. Ia berdiri di tempat itu beberapa menit lamanya menunggu hujan reda. Suasana di sekitar rumah itu tampak sunyi dan sepi, wajar saja karena sedang turun hujan.
“Aaaaaaaa!!”
Tak terduga sebelumnya terdengar suara teriakan seorang perempuan dari dalam rumah tersebut. Dodo pun terkejut mendengarnya. “Suara apa itu,” gumam Dodo. Ia melihat ke jendela rumah itu dari luar, tampak sangat gelap. Karena suara yang mengagetkan itu ia memberanikan diri untuk mengetuk pintu rumah.
“Tok.. tok.. tok.. permisi,” Namun tak ada jawaban sama sekali dari penghuni rumah. Dodo lalu memegang gagang pintu itu. “Ckreeekkk,” bunyi pintu tua menyeringai telinganya. Ternyata pintunya tidak dikunci, sehingga Dodo semakin lebar membukanya.
“Halo… permisi,” seru Dodo. Namun masih tidak ada jawaban juga dari dalam rumah. Perlahan Dodo memasuki rumah tersebut, walaupun gelap ia terus memberanikan diri melangkahkan kakinya. Angin bertiup begitu kencang di luar dan hujan masih mengguyur dengan derasnya, tirai jendela pun terlihat melambai-lambai sehingga pintu rumah itu menutup dengan sendirinya. Selepas itu terjadi hal aneh, rumah yang semula gelap tiba-tiba menjadi terang, lampu di dalam ruang tamu seketika itu menyala. Dodo pun terhenti dari langkahnya.
“Hmm… apa ini, kok lampunya menyala sendiri,” Dodo tidak menaruh curiga tentang kejadian tersebut. Beberapa saat kemudian… “Prang!” Dari arah dapur terdengar suara seperti sesuatu jatuh dan pecah di ruang dapur. Dodo segera menuju tempat suara itu berasal, namun tidak ada apa pun di sana hanya terlihat pecahan piring yang berserakan. “Aneh… mana mungkin piring ini bisa pecah dengan sendirinya,” Ia pun mulai berpikir, merenung. Dalam hati ia bergumam, “Kalau aku perhatikan dari awal, aku mendengar suara teriakan, pintu yang menutup sendiri, dan piring pecah namun tak ada orang yang memecahkannya. Kalau dipikir-pikir..”
Akhirnya Dodo mulai menyadarinya kalau ada yang tidak beres di rumah itu. Ia mulai panik, namun ia berusaha untuk bersikap tenang dan tidak takut. Dengan langkah pelan Dodo bergegas menuju pintu untuk segera ke luar dari rumah itu. Beberapa langkah lagi ia sampai pintu terdengar suara televisi yang menyala di ruang sebelah, seketika itu juga langkah kakinya terhenti. Dodo penasaran terhadap suara dari ruang sebelah itu, dengan menarik napas pelan ia menuju ruang televisi. Di dalam hatinya sebenarnya Dodo merasa takut namun rasa penasaran mengalahkan rasa takutnya. Dodo melirikkan matanya ke ruangan itu dengan gerakan pelan, terlihat televisi yang menyala yang sedang memutar sebuah film berlayar hitam putih.
Dodo mengarahkan kembali pandangan matanya hingga tertuju ke sebuah kursi yang bergerak-gerak. Di kursi goyang itu tampak ada seseorang yang sedang duduk menghadap televisi, tampak seperti sedang menonton film. Namun Dodo tak dapat melihat wajahnya karena seseorang itu menghadap ke belakang. Rasa semakin ingin tahu dan penasaran begitu tinggi menyelimuti Dodo, sehingga ia memberanikan diri untuk mendekati seseorang itu. Dengan napas agak tertahan ia perlahan menggerakkan kakinya, semakin dekat semakin terlihat jelas bahwa seseorang yang sedang duduk di kursi itu adalah seorang laki-laki yang sudah lanjut usia.
“Kek, Kakek,” ucap Dodo.
Namun orang itu tidak menyahut sapaan Dodo, ia terdiam tampak menikmati duduk di kursi. Dodo sekali lagi memanggilnya. “Kakek,” dan akhirnya kakek itu menyahutnya.
“Ya, ada apa?” sambil bangun dari kursinya dan menengok ke arah Dodo.
“Kakek ini siapa?” Tanya Dodo.
“Kakek adalah pemilik rumah ini. Loh, Adik ini siapa, kenapa bisa masuk ke rumah ini?”
“Maaf Kek, aku sudah memasuki rumah ini tanpa izin,”
“Oh nggak apa-apa kok Dik,” jawab kakek itu.
“Soalnya di luar hujan Kek, lalu pada saat aku sedang berteduh di depan aku mendengar suara teriakan seseorang dari dalam rumah ini Kek, jadi aku penasaran membuka pintunya. Eh ternyata pintunya tidak dikunci jadi aku masuk Kek,”
“Oh begitu yah,”
“Oh ya Kek, ngomong-ngomong teriakan yang aku dengar itu suara siapa Kek?” tanya Dodo.
“Oh, itu suara dari dalam televisi ini Dik, kakek sedang menonton film perang,”
“Oh begitu ya Kek, terus ruangannya kan tadi gelap Kek, kok tiba-tiba menyala sendiri?”
“Iya Dik, karena sedang hujan jadi kabelnya putus dan lampunya mati, terus Kakek perbaiki dan sudah menyala kembali,”
“Oh jadi Kakek sedang memperbaiki kabel listrik yah. Lalu tadi ada piring pecah di dapur itu siapa yang memecahkannya Kek?”
“Kalau itu tadi pada saat Kakek sedang memperbaiki kabel yang putus ada kucing masuk rumah ini, dan memecahkan piring,”
“Oh begitu yah Kek,” sahut Dodo.
“Televisi yang menyala ini juga pasti Kakek yang menyalakannya juga kan?” sambung Dodo.
Belum selesai Dodo bicara kakek itu kemudian mengatakan.
“Dik, sepertinya hujan di luar sudah reda. Sebaiknya Adik cepat pulang,”
“Oh iya Kek, aku sampai lupa,”
Kakek itu hanya tersenyum melihat keluguan anak kecil itu, kemudian Dodo segera pamit dan pulang ke rumahnya. Keesokan harinya Dodo berangkat sekolah pukul 06:30 pagi, berbeda dengan hari kemarin cuaca hari itu sangat cerah, tidak terlihat ada awan abu-abu, dan matahari pun menampakkan sinar cerahnya. Dodo berangkat dengan penuh semangat, ia melangkahkan kakinya dengan tegak menuju sekolah. Dodo terhenti sesaat pada saat melewati sebuah rumah kayu di Jalan 18 yang ia masuki kemarin.
“Kring…kring,”
“Kring…kring,”
Suara lonceng sepeda berbunyi, penjual koran yang membagikan koran pagi itu lewat dan menyapa Dodo.
“Selamat pagi Dik,”
“Selamat pagi juga Om,”
“Adik sedang apa di sini, sebentar lagi jam tujuh loh, Adik mau berangkat sekolah kan?” tanya penjual koran itu kepada Dodo.
“Iya Om,” jawab Dodo sambil memberikan senyumnya.
“Om, kenapa rumah itu terlihat tertutup ya pintu dan jendelanya, sekarang kan sudah pagi dan semua orang beraktivitas, tapi kenapa Kakek di rumah itu tidak ke luar beraktivitas seperti orang-orang?” Tanya Dodo sambil menunjuk ke arah rumah kayu itu.
Si penjual koran pun terheran-heran. “Kakek yang mana Dik?”
“Itu loh Om, Kakek pemilik rumah itu,” Penjual koran itu pun menjawab sambil tertawa kecil.
“Adik, di dalam rumah itu tidak ada penghuninya, kalau tidak salah pemilik rumah itu sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu, dan sampai sekarang rumah itu kosong tak berpenghuni. Sudah yah Adik, Om mau berangkat dulu, koran Om masih banyak,” Penjual koran itu kemudian mengayunkan sepedanya, sementara Dodo hanya terkejut mengingat peristiwa yang baru saja dialaminya kemarin

Komentar

Postingan Populer